Emma Poeradiredja, Tokoh Sumpah Pemuda Penyaksi Tiga Zaman

Emma Poeradiredja diantara keluarga besarnya di Bandung. P erempuan adalah darah dan nyawa sebuah peradaban bukanlah hal yang berlebihan. Adalah Emma Poeradiredja sosok wanoja asal Tanah Pasundan yang turut menjadi pelaku dan saksi berdirinya republik Indonesia dalam tiga babakan zaman ; revolusi, rezim Sukarno, hingga Suharto. Lahir dan besar dalam keluarga priyayi tidak serta merta menjadikannya sosok manja dan menerima segala keistimewaan kelas menengah feodal di zamannya. Sebagai salah editor Balai Pustaka dan Redaktur Kepala untuk bahasa Sunda pada Pustaka Rakyat, sang ayah Raden Kardata Poeradiredja dengan istri  Nyi Raden Siti Djariah  membesarkan Emma beserta saudaranya dalam lingkungan yang memprioritaskan pendidikan. Tak heran saudara Emma seperti Haley Koesna Poerairedja menyabet Community Leader dari The Ramon Magsaysay Award tahun 1962. Adil Poeradiredja saudara lainnya menjadi politikus dan Perdana Menteri Negara Pasundan pro-republiken. Sedari remaja Emma sudah akt

Katakan saja ini menafsir semanasuka



Foto Rodin oleh Wikimedia
Wilayah tafsir memang sangat subjektif. Tapi dalam ranah penelitian subjetifitas yang dimaksud tidak dalam pergertian simplistis seperti ini. Yang dimaksud dalam subjektifitas dalam ranah ini adalah bagaimana seorang peneliti dengan subjek dan variabel objek penelitian memandang sebuah fenomena sosial adalah hal yang perlu mendapat sebuah kajian yang dilakukan secara sistematis berdasarkan metodologi penelitian dan pisau bedah untuk membelah wacana secara spesifik. 

Wilayah tafsir dalam ilmu sosial mencakup ranah yang luas. Bisa tafsir tentang teks, tentang bunyi, tentang visual. Bahkan ranah metafisik yang tak terlihat namun dapat dirasakan eksistensinya. Di ranah tersebut, masing-masing mempunyai lokus tersendiri dengan alat dan metodologi yang satu sama lain dapat bersebrangan dan kontradiktif, atau sebaliknya dapat saling melengkapi. Kajian tafsir seperti ilmu sosial dalam studi komunikasi, politik, seni dan budaya, bahkan agama mempunyai definisi dan domain tersendiri yang menarik untuk diselami dan dipraktikan dalam mengamati fenomena sosial yang terjadi dalam keseharian.  

Kajian tafsir dalam ilmu agama, ilmu sosial, ilmu politik, dan lainnya yang terbentang luas dan membutuhkan proses panjang untuk belajar serta memahami tersebut tak semuanya dapat ditempatkan pada porsinya secara objektif. Ada kontekstualisasi yang mempengaruhi medan tafsir. Sebuah karya seni misalnya. Secara definitif tafsiran awal untuk mengapresiasi produk karya seni apapun adalah belajar memahami makna luar atau pun secara mendalam pesan sang kreator. 

Dengan pergumulan apalagi interaksi langsung dengan sebuah pengarang akan memberikan sudut pandang orang pertama dari seniman, dan sudut pandang kedua dari pengapresiasi karya seni. Dari interaksi antara komunikator atau seniman dengan medium sebuah karya seni kepada apresiator pesan kita minimal mendapat dua wilayah tafsir. Apabila ditautkan pada domain publik yang lebih luas maka wilayah tafsir definitif pertama dan kedua tersebut akan menghasilkan perkalian tafsir lainnya. Dan wilayah tafsir ini turut dipengaruhi oleh wilayah seperti politik, strata ekonomi, pendidikan, geografik, serta lainnya.  

Menafsir versi para apresiator dengan kreator sedikitnya akan mempunyai benang merah. Begitu juga makna tafsir dari seorang edukator atau kurator yang berada dalam dunia seni. Sedikitnya akan mempunyai kesamaan seperti halnya dengan para peneliti kajian sosial dengan konsentrasi pada wilayah pemaknaan gejala-gejala budaya pada domain estetika tersebut. Akan tetapi disiplin menafsir wilayah ini akan sangat berbeda sekali ketika konteks politik memberi magnet tertentu dalam wacana tersebut. Sistematika dan kaidah disiplin menjabarkan sebuah fenomena sosial dalam karya seni adalah bagaimana mereka membaca sesuai dengan kerangka subjektifitas yang biasanya berjarak dengan kaidah iklim ilmiah yang mereduksi semaksimal mungkin vested interest sesuai dengan teks kekuasaan.


Komentar