Emma Poeradiredja, Tokoh Sumpah Pemuda Penyaksi Tiga Zaman

Emma Poeradiredja diantara keluarga besarnya di Bandung. P erempuan adalah darah dan nyawa sebuah peradaban bukanlah hal yang berlebihan. Adalah Emma Poeradiredja sosok wanoja asal Tanah Pasundan yang turut menjadi pelaku dan saksi berdirinya republik Indonesia dalam tiga babakan zaman ; revolusi, rezim Sukarno, hingga Suharto. Lahir dan besar dalam keluarga priyayi tidak serta merta menjadikannya sosok manja dan menerima segala keistimewaan kelas menengah feodal di zamannya. Sebagai salah editor Balai Pustaka dan Redaktur Kepala untuk bahasa Sunda pada Pustaka Rakyat, sang ayah Raden Kardata Poeradiredja dengan istri  Nyi Raden Siti Djariah  membesarkan Emma beserta saudaranya dalam lingkungan yang memprioritaskan pendidikan. Tak heran saudara Emma seperti Haley Koesna Poerairedja menyabet Community Leader dari The Ramon Magsaysay Award tahun 1962. Adil Poeradiredja saudara lainnya menjadi politikus dan Perdana Menteri Negara Pasundan pro-republiken. Sedari remaja Emma sudah akt

Indonesia menggugat

Buku pledoi ini sudah menjadi mitos, banyak mungkin akademisi dan peminat sejarah Indonesia sekalipun yang hanya membaca ulasan-dari-ulasan, hal ini sangat bisa kita maklumi mengingat paska tragedi politik 1965 de-Sukarnoisasi sampai keakar-akarnya adalah agenda laten pemerintah yang mengkudeta negara baru merdeka. Pusat informasi hanya dikendalikan dibawah satu komando. Tak diijinkan terbit selain dapat titah bapak. 

Indonesia Menggugat adalah bagaimana tercapainya praksis dan sikap ideologi dihadapan ongokan usang mahkamah kolonial. Sukarno, seperti membunuh tanpa setetes pun darah membuncah. Menjinakkan tanpa parang terhunus. Dan membalikan terma paradigma sebuah konstitusi dalam koloni-yang-kian-memerdekakan-diri. Kita diseret ke nuansa ketika Bandung menjadi titik-api pergolakan sejarah di peta Indonesia.

Komentar