Emma Poeradiredja, Tokoh Sumpah Pemuda Penyaksi Tiga Zaman

Emma Poeradiredja diantara keluarga besarnya di Bandung. P erempuan adalah darah dan nyawa sebuah peradaban bukanlah hal yang berlebihan. Adalah Emma Poeradiredja sosok wanoja asal Tanah Pasundan yang turut menjadi pelaku dan saksi berdirinya republik Indonesia dalam tiga babakan zaman ; revolusi, rezim Sukarno, hingga Suharto. Lahir dan besar dalam keluarga priyayi tidak serta merta menjadikannya sosok manja dan menerima segala keistimewaan kelas menengah feodal di zamannya. Sebagai salah editor Balai Pustaka dan Redaktur Kepala untuk bahasa Sunda pada Pustaka Rakyat, sang ayah Raden Kardata Poeradiredja dengan istri  Nyi Raden Siti Djariah  membesarkan Emma beserta saudaranya dalam lingkungan yang memprioritaskan pendidikan. Tak heran saudara Emma seperti Haley Koesna Poerairedja menyabet Community Leader dari The Ramon Magsaysay Award tahun 1962. Adil Poeradiredja saudara lainnya menjadi politikus dan Perdana Menteri Negara Pasundan pro-republiken. Sedari remaja Emma sudah akt

Ah, Semakin Padat Karya Band Satu Ini

Foto oleh Jurnallica
Hmm, asik nih, semakin banyak buku yang hadir dari ranah skena musik lokal maka akan semakin besar tingkat kemungkinan kemelekliterasian dan akan secara tidak langsung menjadi transformasi positif. Jujur, untuk wilayah kreatif penulisan di ranah musik indie atau so-called bawah tanah dan bahkan arus utama memang belum menjadi konsumsi bahkan produksi wajib. Setidaknya ini yang saya amati dari lingkungan personal. Bukan berarti jelek akan tetapi saya melihat bahwasanya fokus utama para pegiat seni hanya terporsir pada hal teknis semata dan cenderung alfa bahkan mengenyampingkan wilayah krusial tekstual lainnya diluar progresi nada, semisal penulisan kreatif.  

Setelah rilisan karya keluar ke khalayak maka pengarang memang mati karena harfiah dan definisi teknis menjadi pengapresiasi karya tersebut.  Dus, karena itu teks adalah wilayah tafsir yang 'semaugue' maka diperlukan pengembangan penulisan. Ini dapat menjadi menu andalan penarik selera mengaet pengapresiasi pasar musik. Konten seperti 'catatan dalam' tentang latar pemikiran sebuah syair, prosa, puisi, dan lirik pada umumnya membutuhkan semacam tagar refleksi personal dari si pelaku seni tersebut untuk menyeret audience-nya lebih menyelami karya. 

Saya mendengar PS era rintisan awal meski tidak mengikuti secara intens perjalanan karya mereka. Namun satu waktu akhirnya saya menemukan mereka kembali di album anyarnya. Edan! Menurut saya album itu adalah salah satu thesis untuk massa PS tentang semakin matangnya karir bermusik ditengah hantu kontraproduktif bayang-bayang kebesaran dan karisma para personilnya, termasuk vokalis lama. Karya mereka nyata menjawab metamorfosis musikalitas PS dan refleksi komunalnya dalam sebuah karya.  

Nah, diluar karya para musisi dan pegiat kesenian pada umumnya. Penulisan biografi, jurnal, atau catatan tektual hanya menjadi konsumsi sebagian golongan saja. Untuk karya macam biografi seperti ini saya belum menemukan lagi paska My self : scumbag - Beyond life and death-nya Kimung yang cukup produktif mendokumentasikan plus mengedukasi komunitasnya dengan cara literer.  

Adakah rilisan lainnya setelah labirin perjalan Pure Saturday? Semoga karya diatas menjadi pelatuk. Meminjam frasa Pram bahwa menulis ada esensi dari keber-ADA-an seseorang ditengah masyarat dan lintasan sejarah, maka membukukan memoar-memoar zaman tersebut akan menjadi nilai masa depan baik secara personal maupun yang lainnya. 

"Subsequently transcends becoming human and being content."

Komentar